Belajar Sabar Dari Buah Pepaya
Buah pepaya dari kebun itu telah memberikan pelajaran kepada saya
tentang makna kesabaran. Percayalah bahwa bersabar di dalam kehidupan
itu tidak akan sia-sia, pada akhirnya kesabaran itu akan berbuah
kebahagiaan............
Saya mempunyai kebun kecil di depan rumah yang saya tanami dengan
berbagai tanaman seperti kembang dan buah-buahan. Salah satu pohon buah
yang tumbuh besar adalah pohon pepaya. Pembantu di rumah yang menanamnya
dulu dari biji buah pepaya yang diperoleh dari tetangga sebelah.
Saya merawat pohon pepaya itu hingga suatu hari ia mengeluarkan
bunga. Melalui penyerbukan oleh alam, bunga-bunga pepaya itu berubah
menjadi putik. Hari berganti hari, minggu berganti minggu, putik-putik
itu satu per satu gugur karena mandek berkembang menjadi buah. Alam
telah melakukan seleksi terhadap berbagai putik itu, tidak semuanya
tumbuh menjadi buah pepaya. Andai saja semua putik berkembang menjadi
buah, pastilah tidak mampu pohon pepaya itu menahan beban berat
buah-buah yang nanti akan bergelayut di batangnya. Alam telah menemukan
caranya sendiri untuk tumbuh dan berkembang sesuai sunnatullah yang sudah ditetapkan kepadanya.
Tidak semua putik itu gugur dan mandek, pohon pepaya tersebut
menyisakan satu putik yang tumbuh normal. Perhatian saya dalam satu dua
bulan ini terbetot pada pohon pepaya yang berbuah tunggal itu.
Lambat laun buah pepaya di pohon bertambah besar ukurannya. Hujan
yang turun, angin yang berhembus, cahaya mentari yang menyinari, telah
membuat buahnya semakin lama semakin menuju kematangan. Saya
memperhatikan pertumbuhan buah itu hampir setiap hari setiap akan pergi
ke kantor.
Minggu lalu buah pepaya itu sudah mencapai ukuran maksimalnya,
terlihat sebersit warna kuning muncul dari kulitnya. Itu pertanda ia
akan menuju tahap kematangan. Namun saya menahan diri untuk tidak
memetiknya. Kalau saya mau tentu saya petik saja daripada nanti dicuri
orang. Tetapi, kalau saya petik sekarang, rasanya belum tentu manis.
Bisa saja saya petik lalu saya peram beberapa hari agar matang, namun
saya tidak melakukannya. Buah yang diperam tidak semanis matang di
pohon. Yang alami lebih bernilai daripada yang direkayasa.
Hari-hari berlalu dan warna kuningnya semakin banyak terlihat. Hijau
berganti kuning, kuning semakin kuning. Ah… tunggulah beberapa hari
lagi, kata saya dalam hati. Kalau ingin mendapat hasil terbaik,
bersabarlah untuk menunggu. Banyak orang yang ingin memperoleh
kesuksesan dengan cara-cara yang instan, namun dunia telah memberikan
pelajaran bahwa hasil yang instan itu tidak akan bertahan lama dan tidak
memberi kenikmatan. Cepat sukses, cepat pula hilangnya. Hanya
orang-orang yang menapak kesuksesan dari bawah dengan cucur keringat
perjuangan yang akan menikmati kebahagiaan yang panjang.
Kesabaran saya menunggu buah pepaya matang sempurna akhirnya mencapai
perhentian kemarin. Kulit buah pepaya sudah telihat kuning semua,
pertanda ia sudah mencapai titik tertinggi kematangan. Saya pun
memetiknya dan menaruhnya di atas meja makan agar anak-anak dapat
melihatnya.
Saya belah buah pepaya itu. Hmmm… warna daging buahnya oranye kemerahan,
menimbulkan selera bagi siapa saja yang melihatnya. Saya cicipi rasa
buahnya, alhamdulillah… manis sekali. Inilah rezeki dan nikmat dari Sang
Pencipta, Allah SWT. Buah dari kebun sendiri lebih nikmat daripada buah
yang dibeli. Begitu pula dalam hidup ini, hasil yang diperoleh dari
jerih payah sendiri lebih bernas dan memberi kenikmatan daripada yang
diperoleh dari kerja orang lain.
Saya tidak ingin menikmati buah pepaya itu sendiri. Saya berikan
setengah kepada tetangga yang dulu memberikan buah pepaya yang kemudian
bijinya ditanam oleh pembantu di rumah. Kalau kita mendapat rezeki dan
kenikmatan dari Ilahi, hendaklah kenikmatan itu kita bagi dengan orang
lain.
Kebahagiaan tidak untuk diri sendiri, tetapi untuk bersama-sama.
Kalau kita memperoleh keberhasilan di dalam hidup ini, ingatlah siapa
saja yang pernah berjasa memberikan bantuan, sekecil apapun itu dan
dalam wujud apapun, minimal berupa doa. Janganlah kita seperti kacang
yang lupa dengan kulitnya.
0 komentar:
Posting Komentar