Buah Kebahagiaan
Konon ada seorang saudagar kaya mengunjungi gurunya.
“Guru, saya sudah memiliki harta berlimpah, tapi saya tidak merasa bahagia. Apa yang harus saya lakukan Guru?”
“Bahagia seperti apa yang kau inginkan?”
“Itulah Guru…Saya bingung…”
“Baiklah…Besok pagi sekali kamu masuk ke hutan itu untuk mencari buah
kebahagiaan. Sebagai bekal bawalah sekantung jambu air ini. Kau temukan
atau tidak, kembalilah ke sini bila bekalmu habis.”
“Baik Guru…Bagaimana ciri dan rupa buah itu Guru?”
“Sebesar kepalan tangan anak-anak, warnanya merah tua, berbiji dan rasanya manis segar”
Singkat cerita saudagar itu pun menjelajah hutan untuk mencari buah
kebahagiaan. Saat lapar atau haus dia makan jambu air bekalnya. Sampai
menjelang sore bekalnya habis dan dia belum menemukan buah yang dicari.
Sesampai di tempat gurunya dia segera menghadap.
“Maaf Guru, saya tidak berhasil menemukan buah kebahagiaan.”
“Saat lapar apa yang kamu lakukan?” Sang guru bertanya seakan-akan tidak mengacuhkan laporan muridnya tentang buah kebahagiaan.
“Saya makan jambu air bekal saya Guru…”
“Saat kamu haus apa yang kamu lakukan?”
“Saya juga makan jambu air yang segar Guru…”
“Jambu air itu warnanya apa?”
“Merah tua Guru…”
Sang guru mengeluarkan sebuah jambu air dan meletakkannya di depan saudagar.
“Perhatikan jambu air ini, sama seperti jambu-jambu air yang kau bawa
masuk hutan sebagai bekal. Apakah buah ini punya ciri sebagai buah
kebahagiaan seperti yang kusebutkan tadi malam?”
Saudagar memerhatikan buah jambu itu dan seketika menyadari
kebodohannya. Ternyata selama ini dia sudah membawa-bawa buah
kebahagiaan yang dia cari dalam hutan.
“Buah jambu ini adalah buah kebahagiaan yang kau cari dalam hutan,
dan memang sepengetahuanku dalam hutan itu tidak ada pohon jambu air.
Karena kamu terlalu fokus mencari sesuatu yang baru, yang belum kau
miliki dan kau ingin dapatkan, kamu mengabaikan apa yang sudah kau
miliki. Selama dalam hutan jambu air bekalmu itu juga sudah bisa
memenuhi kebutuhanmu, tapi kamu tetap berambisi mencari buah yang lain,
karena kamu tidak mengenali kebutuhanmu yang sebenarnya.”
Saudagar mencium tangan gurunya “Terima kasih banyak Guru. Saya tahu
sekarang apa yang terjadi, dan apa yang harus saya lakukan. Saya pamit
dan mohon doa restu.”
Sebenarnya Tuhan sudah menganugerahkan sumber-sumber kebahagiaan di
sekitar kita, sesuai kebutuhan kita. Hanya saja banyak orang tidak
mengenalinya karena mereka tidak mengenali kebutuhan sendiri.
Orang-orang itu sibuk mencari-cari kebahagiaan ke mana-mana, padahal
mereka tidak tahu apa yang dicari.
KEBAHAGIAAN sudah kita MILIKI sebagai ANUGERAH dari TUHAN. Kita HANYA perlu MENGENALINYA.
Hidup Efektif dan Bahagia.
0 komentar:
Posting Komentar