Orang Mukmin Akan Melihat Allah di Akhirat
Kaum mukminin mengimani akan melihat
Allah dengan mata kepala sendiri di akhirat, termasuk salah satu wujud
iman kepada Allah, kitab-kitabNya dan rasul-rasulNya. Mereka akan
melihatnya secara jelas, bagaikan melihat matahari yang bersih,
sedikitpun tiada terliputi awan. Juga bagaikan melihat bulan pada malam
purnama, tanpa berdesak-desakan.
Demikian Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskannya dalam Al Aqidah Al Wasithiyah [1]. Dan ini merupakan kesepakatan Salafush Shalih Radhiyallahu ‘anhum.
Imam Ibnu Abi Al Izz Al Hanafi,
pensyarah kitab Aqidah Thahawiyah, menegaskan bahwa jelasnya kaum
mukminin melihat Rabb-nya pada hari akhirat nanti, telah dinyatakan oleh
para sahabat, tabi’in, serta para imam kaum muslimin yang telah dikenal
keimaman mereka dalam agama. Begitu pula para ahli hadits dan semua
kelompok Ahli Kalam yang mengaku sebagai Ahli Sunnah Wal Jama’ah. [2]
Mengapa demikian? Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan, salah seorang ulama senior di Saudi Arabia, menjelaskan [3]
: “Sebab Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberitakan hal tersebut
dalam KitabNya ; Al Qur’an Al Karim. Begitu pula Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam pun telah memberitakannya dalam Sunnahnya. Barangsiapa
yang tidak mengimani kejadian ini, berarti ia mendustakan Allah,
kitab-kitabNya dan rasul-rasulNya. Sebab orang yang beriman kepada
Allah, kitab-kitabNya dan rasul-rasulNya, akan beriman pula kepada
segala yang diberitakannya”.
Dalil-dalilnya, seperti yang dikemukakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam Al Aqidah Al Wasithiyah [4]
DALIL DARI AL QUR’AN AL KARIM
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
وُجُوهُُ يَوْمَئِذٍ نَّاضِرَةٌ إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
Wajah-wajah (orang-orang mu’min) pada hari itu berseri-seri. Kepada Rabb-nya mereka melihat.. [Al Qiyamah : 22-23].
Imam Ibnu Katsir rahimahullah [5]
menerangkan maksudnya, yaitu mereka melihat Allah dengan mata kepala
mereka sendiri, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab
Shahih-nya [6] yang akan diketengahkan di bawah nanti –Insya Allah-.
Imam Ibnu Abi Al Izz rahimahullah
mengatakan: “Ayat di atas termasuk salah satu dalil yang paling nyata”.
Selanjutnya, setelah beliau mengemukakan akibat rusaknya tahrif
(ta’wil), beliau mengatakan: “Dihubungkannya kata-kata nazhar (nazhirah,
memandang) dengan wajah (wujuh) yang merupakan letak pandangan.
Ditambah dengan idiom “ilaa” yang secara tegas menunjukkan pandangan
mata, disamping tidak adanya qarinah yang menunjukkan makna lain, maka
jelas dengan ayat itu, Allah memaksudkannya sebagai pandangan mata yang
ada di wajah manusia, memandang Allah Azza wa Jalla“ [7]
Juga firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
عَلَى اْلأَرَآئِكِ يَنظُرُونَ
Mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang. [Al Muthaffifin : 35].
Ibnu Katsir rahimahullah kembali menjelaskan arti memandang, yakni mereka melihat Allah Azza wa Jalla. [8]
Selanjutnya firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ
Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. [Yunus:26].
Syaikh Shalih Al Fauzan menjelaskan:
ziyadah (tambahan dari pahala yang terbaik) dalam ayat di atas,
maksudnya ialah melihat Wajah Allah, sebagaimana tafsir yang dikemukakan
oleh Rasulullah n tentangnya, sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih
Muslim (haditsnya akan di ketengahkan di bawah, Insya Allah, Pen). Para
Ulama Salaf juga menegaskan tafsir yang demikian itu [9].
Berikutnya firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
لَهُم مَّايَشَآءُونَ فِيهَا وَلَدَيْنَا مَزِيدٌ
Mereka di dalamnya (surga) memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami adalah tambahannya. [Qaf : 35]
Syaikh Shalih Al Fauzan juga menjelaskan makna tambahan pada ayat di atas, artinya ialah melihat Wajah Allah Azza wa Jalla [10]. Begitu juga Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan: Ayat ini, seperti firman Allah
لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ
Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. [Yunus:26].
Yaitu seperti dalam riwayat Muslim dari
Shuhaib bin Sinan Ar Rumi, bahwa maksud ayat tersebut adalah melihat
Wajah Allah Yang Mulia [11].
Demikianlah beberapa dalil dari Al
Qur’an yang dikemukakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah
dalam Al Aqidah Al Wasithiyah tentang melihatnya kaum mu’minin pada
wajah Allah.
Sementara itu, berkaitan dengan mafhum dari firman Allah:
كَلآَّإِنَّهُمْ عَن رَّبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ
Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Rabb mereka. [Al Muthaffifin:15].
Imam Syafi’i rahimahullah, seperti dinukil oleh Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya [12] menegaskan : “Dalam ayat ini terdapat dalil, bahwa kaum mu’minin akan melihat Rabb-nya pada hari (akhirat) itu”.
Di tempat lain (yaitu pada tafsir surat
Al Qiyamah ayat 22-23), Ibnu Katsir menukil perkataan Imam Syafi’i
lainnya berkenaan dengan surat Al Muthaffifin ayat 15. Yaitu: “Orang
kafir tidak tertutup pandangannya dari melihat Allah, kecuali karena
sudah difahami bahwa orang-orang abrar (kaum mu’minin) akan melihat
Allah Azza wa Jalla.”
DALIL-DALIL DARI HADITS NABI SHALALLLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM
Sebenarnya, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Katsir [13]
dan lain lain, hadits yang menyatakan bahwa kaum mu’minin akan melihat
Allah di akhirat secara nyata dan dengan mata kepala mereka, adalah
merupakan hadits mutawatir. Bahkan Ibnu Katsir menyatakan, bahwa
kenyataan ini tidak mungkin dapat ditolak. Hanya saja, disini Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah mencukupkan pemaparan satu hadits saja. Yaitu hadits
yang muttafaq ‘alaih.
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ هَذَا الْقَمَرَ لاَ
تَضَامُّوْنَ فِي رُؤْيَتِهِ، فَإِنِ اْستَطَعْتُمْ أَنْ لاَ تُغْلَبُوْا
عَلَى صَلاَةٍ قَبْلَ طُلُوْعِ الشَّمْسِ وَصَلاَةٍ قَبْلَ غُرُوْبِهَا
فَافْعَلُوْا
Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb
kalian sebagaimana kalian melihat bulan ini (dalam permulaan hadits,
diceritakan; waktu itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang melihat
bulan yang tengah purnama). Kalian tidak berdesak-desakan ketika
melihatNya (ada yang membaca la tudhamuna tanpa tasydid dan di dhammah
ta’nya, artinya: kalian tidak akan ditimpa kesulitan dalam melihatNya).
Oleh karena itu, jika kalian mampu, untuk tidak mengabaikan shalat
sebelum terbit matahari (Subuh) dan shalat sebelum terbenam matahari
(Ashar), maka kerjakanlah. [14]
Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan
menerangkan makna hadits di atas, (yaitu) kalian akan melihat Allah
semata-mata dengan pandangan mata kepala kalian. Dan hadits-hadits
tentang ini adalah mutawatir [15].
Begitu pula Imam Ibnu Hajar Al Asqalani
serta Imam Nawawi, dalam mensyarah hadits-hadits yang dipaparkan oleh
Imam Bukhari dan Imam Muslim menegaskan secara jelas, bahwa kaum
mu’minin di akhirat kelak akan melihat Allah semata-mata dengan
pandangan mata [16]. Bahkan dalam menafsirkan hadits:
أَمَا إِنَّكُمْ سَتُعْرَضُوْنَ عَلَى رَبِّكُمْ فَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ هَذَا الْقَمَرَ
Ketahuilah, sesungguhnya kalian akan di
hadapkan kepada Rabb kalian, maka kalian akan melihat Rabb kalian
sebagaimana kalian melihat bulan ini. [HR Muslim].
Imam Nawawi mengatakan, artinya kalian
akan melihat Allah secara nyata, tidak ada keraguan dalam melihatNya,
dan tidak pula ada kesulitan padanya. Seperti halnya kalian melihat
bulan (purnama) ini secara nyata, tidak ada kesulitan dalam melihatnya.
Yang diserupakan disini adalah cara melihatnya, bukan Allah diserupakan
dengan bulan [17].
Di samping hadits muttafaq ‘alaih yang
berasal dari hadits Jarir bin Abdillah serta hadits riwayat Muslim di
atas, masih banyak hadits lainnya, antara lain:
Sabda Rasulullah n yang juga berasal dari Jarir bin Abdillah:
إنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ عِيَانًا
Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian dengan semata-mata. [HR Bukhari] [18].
Diantaranya lagi hadits dari Shuhaib bin Sinan, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda:
إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ، قَالَ : يَقُوْلُ اللهُ
تَبَارَكَ وَتَعَالَى : تُرِيْدُوْنَ شَيْئًا أَزِيْدُكُمْ؟ فَيَقُولُوْنَ :
أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوْهَنَا؟ أَلَمْ تُدْخِلْنَا الْجَنَّةَ
وَتُنَجِّنَا مِنَ النَّارِ؟ قَالَ : فَيُكْشَفُ الْحِجَابُ فَمَا
أُعْطُوْا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنَ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ
عَزَّ وَجَلَّ .
Apabila penghuni surga telah masuk
surga, Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,”Apakah kalian menginginkan
sesuatu yang dapat Aku tambahkan?” Mereka menjawab,”Bukankah Engkau
telah menjadikan wajah-wajah kami putih berseri? Bukankah Engkau telah
memasukkan kami ke dalam surga dan menyelamatkan kami dari neraka?” Nabi
bersabda,”Maka disingkapkanlah tabir penutup, sehingga tidaklah mereka
dianugerahi sesuatu yang lebih mereka senangi dibandingkan anugerah
melihat Rabb mereka Azza wa Jalla.”
Dalam riwayat lain dari riwayat Abu Bakar bin Abi Syaibah, ada tambahan riwayat : Kemudian Rasulullah membacakan ayat :
لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ
Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya [19].
Jadi hadits tersebut jelas menunjukkan,
bahwa maksud ziyadah (tambahan) pada ayat di atas ialah melihat Allah
Azza wa Jalla, seperti telah dipaparkan di muka.
Juga hadits Abu Hurairah berikut:
أَن النَّاسَ قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، هَلْ نَرَى رَبَّنَا يَوْمَ
الْقِيَامَةِ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: هَلْ
تُضَارُّوْنَ فِى الْقَمَرِ لَيِلَةَ الْبَدْرِ ؟ قَالُوْا: لاَ يَا
رَسُوْلَ اللهِ. قَالَ : فَهَلْ تُضَارُّوْنَ فِى الشَّمْسِ لَيْسَ
دُوْنَهَا سَحَابٌ؟ قَالُوْا: لاَ يَا رَسُوْلَ اللهِ. قَالَ : فَإِنَّكُمْ
تَرَوْنَهُ كَذَلِكَ…الحديث.
Sesungguhnya orang-orang (para sahabat)
bertanya,”Wahai, Rasulullah. Apakah kami akan melihat Rabb kami pada
hari kiamat nanti?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam balik
bertanya,”Apakah kalian akan mengalami bahaya (karena berdesak-desakan)
ketika melihat bulan pada malam purnama?” Mereka menjawab,”Tidak, wahai
Rasulullah.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi,”Apakah
kalian juga akan mengalami bahaya (karena berdesak-desakan) ketika
melihat matahari yang tanpa diliputi oleh awan?” Mereka menjawab,”Tidak,
wahai Rasulullah.” Maka Beliau bersabda,”Sesungguhnya, begitu pula
ketika kalian nanti melihat Rabb kalian”…sampai akhir hadits. [20]
Demikianlah sebagian kecil hadits
shahih diantara sekian banyak hadits shahih lainnya, yang semuanya
menyatakan bahwa kaum mu’minin kelak akan melihat Allah dengan mata
kepala sendiri di akhirat. Sebelumnya, beberapa ayat Al Qur’anpun telah
dipaparkan untuk membuktikan hal itu. Sungguh suatu nikmat luar biasa
yang dianugerahkan Allah kepada kaum mu’minin, sebagai tambahan nikmat
kepada mereka.
Sebenarnya, masih banyak hadits-hadits
lainnya, baik yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim di beberapa
tempat dalam kitab shahih masing-masing, maupun yang diriwayatkan oleh
imam-imam lain, seperti Imam Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad dan lain-lain.
Namun di sini cukuplah kiranya pemaparan beberapa dalil di atas.
Intinya, para ulama menyatakan bahwa
hadits-hadits tentang melihatnya kaum mu’minin kepada Allah pada hari
kiamat mencapai derajat mutawatir. Oleh karena itu, wajib bagi setiap
insan yang beriman kepada Allah, kitab-kitabNya serta rasul-rasulNya,
untuk mengimani masalah ini. Barangsiapa tidak mengimaninya, sama
artinya dengan mendustakan Allah, kitab-kitabNya serta rasul-rasulNya,
sebagaimana dinyatakan oleh Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan pada
permulaan tulisan ini.
Melihat wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala
merupakan dambaan setiap insan yang benar-benar beriman dan cinta
kepadaNya. Ternyata kelak akan menjadi kenyataan. Bukankah itu merupakan
nikmat luar biasa?.
Nas’alullah Al Jannah wan nazhar ila wajhihi Al
Karim.
Maraji’
1. Syarh Al Aqidah Al Wasithiyah, Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan.
2. Syarh Al Aqidah Ath Thahawiyah, Imam Ibnu Abi Al Izz.
3. Tafsir Ibnu Katsir
4. Fathul Bari Syarah Shahih Al Bukhari.
5. Shahih Muslim Syarah Nawawi, (Tahqiq: Khalil Ma’mun Syiha).
6. Shahih Sunan At Tirmidzi.
7. Shahih Sunan Ibnu Majah.
1. Syarh Al Aqidah Al Wasithiyah, Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan.
2. Syarh Al Aqidah Ath Thahawiyah, Imam Ibnu Abi Al Izz.
3. Tafsir Ibnu Katsir
4. Fathul Bari Syarah Shahih Al Bukhari.
5. Shahih Muslim Syarah Nawawi, (Tahqiq: Khalil Ma’mun Syiha).
6. Shahih Sunan At Tirmidzi.
7. Shahih Sunan Ibnu Majah.
(Diangkat dari kitab utama; Syarh
Aqidah Wasithiyah, karya Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan. Dilengkapi
keterangan dari beberapa kitab rujukan lain.)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi
02/Tahun VIII/1425H/2004M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah
Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183
Telp. 08121533647, 08157579296]
_______
Footnote
[1]. Lihat Syarah Al Aqidah Al Wasithiyah, Syaikh Shalih Al Fauzan, hlm. 140, terbitan Maktabah Al Ma’arif Li An Nasyr Wat Tauzi’- Riyadh, Cet. VI-1413 H/1993 M.
[2]. Lihat Syarah Al Aqidah Ath Thahawiyah, tahqiq: Jama’ah minal Ulama dengan takhrij dari Syaikh Al Albani rahimahullah, hlm. 189, Al Maktab Al Islami, Cet. IX 1408 H/1988 M
[3]. Lihat Syarh Al Aqidah Al Wasithiyah, Syaikh Shalih Al Fauzan, hlm. 140.
[4]. Lihat Syarh Al Aqidah Al Wasithiyah, Syaikh Shalih Al Fauzan, hlm. 140
[5]. Ini keterangan tambahan dari penyusun. Bukan dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
[6]. Lihat Tafsir Ibnu Katsir, juz IV berkenaan dengan ayat di alas
[7]. Syarh Al Aqidah Ath Thahawiyah, hlm. 189
[8]. Lihat Tafsir Ibnu Katsir, IV, berkaitan dengan ayat di atas
[9]. Lihat Syarh Al Aqidah Al Wasithiyah, hlm. 98 dengan terjemah bebas
[10]. Lihat Syarah Al Aqidah Al Wasithiyah, hlm. 98
[11]. Lihat Tafsir Ibnu Katsir, IV, tentang tafsir surat Qaf ayat 35
[12]. Lihat Tafsir Ibnu Katsir, IV, berkaitan dengan ayat tersebut
[13]. Lihat Tafsir Ibnu Katsir, IV, tentang tafsir surat Al Qiyamah ayat 22-23
[14]. Shahih Bukhari, Fathul Bari, XIII/419, hadits no. 7434, dan Muslim Syarah Nawawi, tahqiq Khalil Ma’mun Syiha, V/135, hadits no. 1432, Bab Fadhli Shalati Ash Shubhi Wal ‘Ashri Wal Muhafazhah ‘Alaihima. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Tirmidzi, no. 2551; Shahih Sunan At Tirmidzi, III; Ibnu Majah, Shahih Sunan Ibni Majah, I, no. 147/176, dll
[15]. Lihat Syarh Al Aqidah Al Wasithiyah, hlm. 121
[16]. Lihat Fathul Bari, XIII/419-433, dan Shahih Muslim Syarah Nawawi, tahqiq Khalil Ma’mun Syiha, V/134-137
[17]. Syarh Shahih Muslim, Nawawi, hlm. 136-137
[18]. Fathul Bari, XIII/419, no. 7435
[19]. Lihat Shahih Muslim Syarah Nawawi, tahqiq Khalil Ma’mun Syiha, III/19-20, hadits no. 448 & 449, Bab Itsbat Ru’yatil Mu’minin Fil Akhirah Rabbahum Subhanahu Wa Ta’ala. Begitu juga Shahih Sunan Tirmidzi, kitab Shifatil Jannah, Bab Ma Ja’a fi Ru’yatir Rabbi Tabaraka Wa Ta’ala, jilid III, no. 2552 dan Shahih Ibnu Majah, I, no. 155/186, hml. 80
[20]. Hadits yang dikeluarkan oleh Al Bukhari dalam Shahih-nya, no. 7437; Fathul Bari, XIII/419
_______
Footnote
[1]. Lihat Syarah Al Aqidah Al Wasithiyah, Syaikh Shalih Al Fauzan, hlm. 140, terbitan Maktabah Al Ma’arif Li An Nasyr Wat Tauzi’- Riyadh, Cet. VI-1413 H/1993 M.
[2]. Lihat Syarah Al Aqidah Ath Thahawiyah, tahqiq: Jama’ah minal Ulama dengan takhrij dari Syaikh Al Albani rahimahullah, hlm. 189, Al Maktab Al Islami, Cet. IX 1408 H/1988 M
[3]. Lihat Syarh Al Aqidah Al Wasithiyah, Syaikh Shalih Al Fauzan, hlm. 140.
[4]. Lihat Syarh Al Aqidah Al Wasithiyah, Syaikh Shalih Al Fauzan, hlm. 140
[5]. Ini keterangan tambahan dari penyusun. Bukan dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
[6]. Lihat Tafsir Ibnu Katsir, juz IV berkenaan dengan ayat di alas
[7]. Syarh Al Aqidah Ath Thahawiyah, hlm. 189
[8]. Lihat Tafsir Ibnu Katsir, IV, berkaitan dengan ayat di atas
[9]. Lihat Syarh Al Aqidah Al Wasithiyah, hlm. 98 dengan terjemah bebas
[10]. Lihat Syarah Al Aqidah Al Wasithiyah, hlm. 98
[11]. Lihat Tafsir Ibnu Katsir, IV, tentang tafsir surat Qaf ayat 35
[12]. Lihat Tafsir Ibnu Katsir, IV, berkaitan dengan ayat tersebut
[13]. Lihat Tafsir Ibnu Katsir, IV, tentang tafsir surat Al Qiyamah ayat 22-23
[14]. Shahih Bukhari, Fathul Bari, XIII/419, hadits no. 7434, dan Muslim Syarah Nawawi, tahqiq Khalil Ma’mun Syiha, V/135, hadits no. 1432, Bab Fadhli Shalati Ash Shubhi Wal ‘Ashri Wal Muhafazhah ‘Alaihima. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Tirmidzi, no. 2551; Shahih Sunan At Tirmidzi, III; Ibnu Majah, Shahih Sunan Ibni Majah, I, no. 147/176, dll
[15]. Lihat Syarh Al Aqidah Al Wasithiyah, hlm. 121
[16]. Lihat Fathul Bari, XIII/419-433, dan Shahih Muslim Syarah Nawawi, tahqiq Khalil Ma’mun Syiha, V/134-137
[17]. Syarh Shahih Muslim, Nawawi, hlm. 136-137
[18]. Fathul Bari, XIII/419, no. 7435
[19]. Lihat Shahih Muslim Syarah Nawawi, tahqiq Khalil Ma’mun Syiha, III/19-20, hadits no. 448 & 449, Bab Itsbat Ru’yatil Mu’minin Fil Akhirah Rabbahum Subhanahu Wa Ta’ala. Begitu juga Shahih Sunan Tirmidzi, kitab Shifatil Jannah, Bab Ma Ja’a fi Ru’yatir Rabbi Tabaraka Wa Ta’ala, jilid III, no. 2552 dan Shahih Ibnu Majah, I, no. 155/186, hml. 80
[20]. Hadits yang dikeluarkan oleh Al Bukhari dalam Shahih-nya, no. 7437; Fathul Bari, XIII/419
sumber: http://www.almanhaj.or.id
0 komentar:
Posting Komentar