Ziarah Kubur & Hubungan Dengan Si Mayit
Di dalam aqidah Ahlusunnah wal Jama’ah diyakini sejak zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
sampai zaman kini, bahwa orang yang sudah mati itu masih mempunyai
hubungan dengan orang yang hidup. Pada sisi orang yang masih hidup jelas
mereka memiliki kasih sayang kepada orang yang sudah mati, terutama
ahli keluarga dan sanak famili mereka.
Disisi lain, orang-orang yang
sudah mati masih mengharapkan adanya doa untuk mereka setelah mereka
dikuburkan, dan masih mengharapkan pertolongan dengan orang-orang yang
mereka cintai yang masih tinggal dan hidup di atas dunia ini.Ada
banyak sekali hadis-hadis yang menceritakan akan pentingnya ziarah
kubur dan mendoakan orang-orang yang sudah mati itu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
sendiri pada awal-awal Islam memang pernah ‘dilarang’ Allah untuk
menziarahi kubur, akan tetapi kemudian larangan itu di-mansukh-kan oleh
Allah subhanahu wa ta’ala.
Dengan demikian, pelarangan terhadap kaum muslimin untuk melakukan
ziarah kubur telah dihapuskan. Justru kemudian hukum Islam yang berlaku
adalah bahwa ziarah kubur itu sunnat karena diperintahkan oleh Nabi
dengan seizin Allah.
Hal ini tergambar pada hadis Nabi yang berbunyi:
“Dulu aku melarang kamu berziarah kubur, namun sekarang berziarah kuburlah kamu sekalian.” (H.R. Muslim).
Dengan demikian, maka hadis Nabi yang mengatakan
“Sesungguhnya Allah melaknat wanita-wanita yang ziarah kubur” menjadi
terhapus (mansukh) hukumnya, alias tidak dilarang lagi. Hal ini terbukti
dengan adanya kisah dari Rasulullah di mana Baginda Rasul pernah
melihat seorang wanita yang menangis di sisi kuburan keluarganya. Dan,
saat itu Nabi hanya memerintahkan wanita itu untuk bertakwa dan bersabar
saja. (H.R. Bukhari Muslim).
Jika seandainya wanita diharamkan berziarah kubur, maka sudah pasti
Nabi akan menyuruh perempuan itu pulang dan meninggalkan kuburan
keluarganya tersebut, dan bukannya menyuruh wanita itu untuk bersabar,
tanpa memerintahkannya pergi dari kuburan tersebut. (lihat Majmu’ Syarah
Muhadzdzab, Imam Nawawi, jilid 6 halaman 439, cetakan Abbas bin Ahmad
Baz, Mekkah, 2002).
Dalam hadis yang lain, Sayyidatuna Aisyah pernah bertanya tentang doa
yang akan beliau baca saat ziarah kubur dan Nabi mengajari Sayyidah
Aisyah doa itu untuk diamalkan saat melakukan ziarah kubur (H.R.
Muslim).
Ini juga merupakan bukti lain bahwa Nabi tidak melarang Sayyidah
Aisyah berziarah kubur. Padahal dimaklumi bahwa Sayyidah Aisyah itu
seorang wanita pula. Di sisi lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam sendiri sering sekali melakukan ziarah kubur.
Diriwayatkan juga dalam kitab Majmu’ Syarah Muhadzdzab, bahwa Siti Aisyah sering melihat baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
pada malam hari dari kejauhan sedang berziarah kubur di Baqi’, sebuah
bukit di dekat Masjid Nabawi dan rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam (H.R. Muslim dan Nasa’i).
Dalam hal ini Nabi mengajarkan doa-doa yang sunnat dilakukan
oleh orang yang berziarah. Selain doa juga disunatkan mengucapkan salam
kepada ahli kubur itu. Telah sepakat Imam Syafi’i dan seluruh sahabat
beliau bahwa sunnat hukumnya membacakan ayat al-qur’an yang mudah bagi
peziarah, berdoa di sisi kuburnya serta berdoa atas mayit.
Perlu dicatat, jika seandainya orang yang sudah mati itu tidak mampu mendengar dan melihat kedatangan orang yang menziarahi kuburnya, untuk apa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kita mengucapkan salam kepada mereka yang sudah mati itu?
Dan untuk apa pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan salam kepada mereka yang sudah mati andaikata orang-orang yang sudah mati itu tidak dapat mendengar dan melihat orang-orang yang menziarahinya?
Dalam sebuah hadis diceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajari orang-orang manakala pergi ke kuburan hendaklah mengucapkan ucapan sebagai berikut:
“Keselamatan
atas kamu, wahai para penghuni kubur dari kalangan mukminin dan
muslimin. Sesungguhnya Insya Allah kami juga akan menyusul kamu. Dan
kami memohon ‘afiat kepada Allah untuk kami dan kamu sekalian.” (H.R.
Muslim, shahih).
Dalam hadis lain diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa beliau pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang apa yang diucapkan Nabi pada saat memohon ampunan untuk penghuni kubur.
Nabi menjawab ucapkanlah:
“Keselamatan atas kamu para penghuni kubur dari kalangan mukminin dan
muslimin. Mudah-mudahan Allah merahmati orang-orang terdahulu dari kami
dan orang-orang yang terkemudian. Sesungguhnya kami juga insya Allah
akan menyusul kamu.” (H.R. Muslim, kitab Al-Janaiz, jilid 2 halaman
669).
Orang Mati Mengenal dan Bisa Berkata Kepada Orang yang Hidup
Syeikh Ibnu Qayyim al Jauzi dalam kitab ar-Ruh menceritakan betapa
orang yang sudah mati masih dapat mengenali orang-orang yang hidup yang
datang menziarahi kubur-kubur mereka.
Al-Hafidh Abi Muhammad mengungkapkan bahwa Abu Umar bin Abi Darr telah menerangkan sebuah hadis yang bersumber dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu.
Dalam hadis ini diungkapkan bahwa Nabi telah bersabda:
“Tiadalah
seseorang melewati kuburan sesama mukmin yang mana orang itu
dikenalnya, seraya mengucapkan salam kepada orang mukmin yang mati yang
dikenalnya itu, melainkan orang yang mati itu pasti mengenal orang yang
memberikan salam kepadanya dan membalas ucapan salamnya itu.”
Hadis yang senada dengan ini ada diriwayatkan secara marfu’ dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Dengan tambahan
“Jika
orang itu tidak mengenal si penghuni kubur, namun dia tetap mengucapkan
salam kepada ahli kubur itu, maka si penghuni kubur itu hanya akan
membalas salamnya saja.” (lihat kitab ar-Ruh, Ibnu Qayyim Al-Jauzi,
halaman 6 dan 7, cetakan Darul Fikri, Beirut, 1989).
Dalam hadis lain Rasulullah bersabda:
“Tiadalah seseorang
yang menziarahi kubur saudaranya seraya duduk di dekat kuburnya itu,
melainkan penghuni kubur akan merasa senang kepadanya sehingga orang itu
beranjak pergi dari kuburnya.” (H. R. Imam Abu Dawud, lihat kitab
Al-Manasik jilid 2 halaman 224). Riwayat ini menunjukkan bahwa ziarah kubur itu menyenangkan hati para ahli kubur!
Di dalam hadis yang lain juga ada diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda:
“Tidaklah seseorang yang menyampaikan salam kepadaku (setelah aku
wafat) melainkan Allah akan mengembalikan roh-ku sehingga aku pun bisa
membalas salam orang tersebut.” (H.R. Imam Abu Dawud, Lihat kitab
Al-Manasik, jilid 2 halaman 224).
Dari keterangan di atas jelaslah bagi kita bahwa ziarah kubur itu bermanfaat untuk diri kita sebagai pengingat akan kematian dan melembutkan jiwa nurani kita sehingga kita lebih mudah mendekatkan diri kepada Allah, takut kepada Allah, dan terhenti dari berbuat maksiat kepada Allah.
Sementara hadis terakhir membuktikan kepada kita bahwa Nabi di dalam kuburnya pasti masih hidup karena seluruh dunia ada 1,5 milyar kaum muslimin yang setiap detik, setiap saat senantiasa dan tidak pernah berhenti mengucapkan salam kepada baginda Rasulullah saw.
Sungguh malang orang yang beranggapan bahwa orang yang sudah mati terputus hubungannya dengan orang yang masih hidup.
Dengan faham yang keliru ini, betapa banyak kita lihat sekarang ini kuburan-kuburan kaum muslimin terlantar dengan rumput-rumput lebat dan tebal yang menghiasi kuburan mereka.
Kenapa hal ini bisa terjadi?
Tidak lain jawabnya karena ahli keluarga, anak dan cucunya, memahami
bahwa hubungan telah putus dengan si mati. Jadilah kuburan keluarga
mereka terlantar dan tidak terurus, sebab merasa mengurus kubur dan
menziarahinya adalah sebuah perkara yang sia-sia, tidak ada manfa’atnya
sama sekali! Banyak orang hari ini mengatakan buat apa ziarah kubur, toh kita
dapat saja mendoakan keluarga kita yang sudah wafat dari mana saja tanpa
mesti susah-payah mendatangi kubur mereka! Dalam hal ini mestilah dilihat bahwa berdoa dan ziarah adalah dua hal yang berbeda, merupakan dua amal yang berbeda pula.
Benar, bahwa berdoa untuk mayit dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja tanpa memandang tempat. Jika doanya dilakukan dengan ikhlas, pasti akan terkabul dan didengar Allah. Namun, ziarah kubur tidak sama dengan doa untuk mayit.
Berdoa adalah satu perintah tersendiri. Sedangkan berziarah
kubur adalah satu perintah yang lain lagi (H.R. Imam Ahmad, Muslim dan
Ibnu Majah).
Jika kita berziarah kubur kemudian berdoa di sisi kuburnya, maka kita sudah melakukan dua perintah Nabi sekaligus. Pertama ziarah, dan kedua berdoa!
Kasihan dan sungguh malang nasib
mereka para ahli kubur yang meninggalkan anak cucu berpaham keliru
tentang hubungan orang yang hidup dan orang yang mati.
Di mana dalam pandangan mereka orang mati sudah putus hubungan sama sekali dengan orang yang hidup. Jadilah kubur mereka terlantar mengenaskan, karena bertahun-tahun tidak diziarahi dan diurus oleh keluarga mereka.
Di mana dalam pandangan mereka orang mati sudah putus hubungan sama sekali dengan orang yang hidup. Jadilah kubur mereka terlantar mengenaskan, karena bertahun-tahun tidak diziarahi dan diurus oleh keluarga mereka.
Padahal kubur Bapak Nabi masih ada dan terurus di Jalan Thuwa,
Madinah, sementara kubur Ibu Nabi masih ada dan terurus di Abwa’, 120
Kilometer dari Madinah (Dan, ini sudah berlangsung 1400 tahun lebih).
Sementara Nabi, menurut hadis shohih pernah menziarahi kubur bapak-ibu beliau dengan izin Allah. Kubur Imam Syafi’i juga masih diurus orang di Kairo, Mesir.
Sementara Nabi, menurut hadis shohih pernah menziarahi kubur bapak-ibu beliau dengan izin Allah. Kubur Imam Syafi’i juga masih diurus orang di Kairo, Mesir.
Kubur Ibnu Taimiyah, Syekh besar Salafi juga masih
terurus di Heran. Begitu juga kubur para Syekh, Ulama, dan Raja Saudi
Arabia semuanya terurus rapi dan masih diziarahi oleh para pengikut,
serta anak cucu mereka.
Jika demikian, alangkah malangnya andai di Indonesia ada yang
menganggap bahwa ziarah kubur hanyalah perbuatan sia-sia, mubazir,
bahkan salah satu sarana kemusyrikan pula, sehingga akibatnya,
berpuluh-puluh tahun leluhur mereka menangis dan kesepian di dalam
kubur, sebab tidak pernah sekalipun diziarahi anak-cicitnya……!
Wallahu a’lam bisshowab
0 komentar:
Posting Komentar