Semangka Emas Dan Semangka Lumpur
Pada zaman dulu, hiduplah seorang saudagar kaya, yang karena, sudah
merasa senja, membuat surat wasiat untuk kedua anaknya, yaitu Darmawan
dan Muzakir. Supaya jika kelak ia tiba-tiba meninggal, kedua anaknya
tidak berebut hartanya sehingga menimbulkan permusuhan di antara mereka.
Setelah warisan itu diumumkan pembagiannya, Muzakir segera
membeli sebuah peti besi untuk menyimpan semua harta warisannya.
Apabila, ada seorang miskin datang meminta makan, Muzakir langsung
mengibaskan tangannya. Atau jika mulutnya sedang usil, dikata-katailah
orang miskin itu hingga malu. Maklum saja, sifat Muzakir memang kikir,
pelit, bin medit. Ia tidak mau hartanya terbagi dengan orang lain.Tidak seperti Darmawan. Adiknya satu ini berbeda seratus delapan puluh derajat dari Muzakir, kakaknya. Darmawan memiliki hati yang baik. Ia pemberi, tidak kikir. Semua orang miskin yang datang meminta makan di rumahnya pasti disambut dengan tangan terbuka. Karena itu, banyak orang menyukai Darmawan.
Suatu saat, Darmawan menemukan seekor burung yang terluka di jendela kamarnya. Dengan penuh iba dan kasih, Darmawan mengambil burung itu untuk diobati. Selama beberapa hari, Darmawan merawat burung terluka dengan penuh tanggung jawab, hingga akhirnya burung itu sembuh dan bisa terbang kembali. Ketika dilepas, burung itu kembali dan membawa sebuah biji yang diletakkan di depan Darmawan.
“Inikah caramu berterima kasih padaku?” tanya Darmawan, diikuti anggukan kecil burung itu. “Kalau begitu, aku menerima biji ini sebagai ucapan terima kasihmu.” Burung kecil itu pergi.
Darmawan menanam biji itu di belakang rumah. Dan menanamnya. Dalam beberapa bulan, biji itu tumbuh menjadi pohon semangka. Sayangnya, yang berbuah hanya satu saja. Tapi, Darmawan tidak memikirkan hal tersebut. Ia tetap bersyukur dengan satu buah semangka itu.
Lalu, ia membelahnya dan tampaklah emas murni berbentuk pasir. Darmawan terkejut, tapi ia segera ingat si burung kecil. Setelah itu, Darmawan membeli sepetak tanah dan membangun
Ia bukannya jadi pelit, melainkan tambah pemberi. Dan makin kaya.
Muzakir iri melihat adiknya tambah sukses. Ia pun bertanya pada Darmawan rahasia kesuksesannya, yang diceritakan oleh Darmawan dengan gambling. Maka, Muzakir memerintahkan pada orang-orangnya untuk mencari burung terluka. Tapi, tidak seorang pun dari orang-orangnya menemukannya.
Timbul penyakit licik Muzakir. Ia mengakali seekor burung supaya terluka sayapnya. Kemudian, merawatnya hingga sembuh. Dan seperti cerita Darmawan yang mendapat satu biji semangka, Muzakir pun diberi satu biji oleh si burung.
Muzakir senang dan menanamnya. Beberapa waktu berikutnya, pohon semangka itu berbuah. Sama buahnya hanya satu. Muzakir memerintahkan orangnya untuk membawa semangka ke hadapannya. Namun, menyuruh mereka mundur, untuk kemudian ia sendiri yang akan membelahnya dengan parang. Muzakir bersiap dengan parang di tangan kanannya, lalu sekali tebas terbelahlah semangka itu.
Tapi, yang keluar dari buah semangka itu bukanlah emas, melainkan lumpur hitam berbau busuk yang menyemprot ke muka dan tubuh Muzakir. Membuat ia bau. Orang-orang yang melihat aksi Muzakir hanya tertawa terpingkal-pingkal melihat apa yang terjadi pada orang pelit itu.
Semoga kita semua mengambil pelajaran dari cerita anak di atas.
0 komentar:
Posting Komentar