“Setiap
orang yang berbuat maksiat kepada Allah adalah orang “bodoh”. Setiap
orang yang takut kepada-Nya adalah orang “alim” dan taat kepada-Nya. Ia
menjadi orang yang “bodoh” karena kurangnya rasa takut kepada Allah.
Sebab, jika rasa takutnya kepada Allah sempurna dan baik, niscaya ia
tidak akan berbuat maksiat dan dosa kepada-Nya.”
(Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah)
Saya
gemetar membaca penjelasan Syaikhul Islam ini. Ya, mengigil rasanya
tubuh ini. Betapa tidak. Selama ini saya adalah orang yang amat bodoh.
Hampir setiap menit bahkan detik jiwa ini berbuat dosa kepada Allah.
Bisa jadi jasad kita luput dari perbuatan maksiat, tapi qalbu siapa yang menjamin. Sungguh benar-benar bodoh diri ini.
Orang bodoh adalah orang yang tak mengenal maqam (kedudukan) Rabb-nya. Karena dia tidak tahu maqam-Nya,
maka dia berani menyimpang dari petunjuk-Nya. Ujungnya, seluruh
larangan-Nya biasa kita kerjakan. Perintah-Nya pun selalu kita langgar.
Perbuatan dosa tidak pernah ‘alpa’ dalam setiap sendi kehidupan kita.
Kebiasaan buruk kita menjadi kebutuhan yang harus terus dipenuhi.
Harus diakui, memang sulit menjadi orang “alim”, tapi bukan mustahil. Yang penting adalah ada ‘azam (keinginan kuat) dalam qalbu,
insya Allah akan tercapai. Karena hanya orang alim lah yang mengerti
kedudukan Tuhannya. Dia akan merasa takut kepada-Nya, sehingga mampu
memenej jiwa (nafsu)nya dengan baik. Orang ini lah yang dijanjikan oleh
Allah untuk meraih surga-Nya, “Dan adapun orang-orang yang takut
kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya,
maka sesungguhnya surgalah tempatnya.” (Qs. al-Nazi‘at [79]: 40-41).
Sedangkan
orang “bodoh”, akan terus mengumbar hawa nafsunya. Yang ada dalam
benaknya hanya kehidupan dunia. Akhirat tidak masuk dalam file
otaknya. Akhirnya, dia tidak takut-takut untuk berbuat tiran dan
mengejar kehidupan dunia. Allah tidak pernah hadir dalam kehidupannya.
Paling banter, ‘Allah’, dalam dirinya, bersemayam di ‘langit ketujuh’.
Allah tidak pernah ‘membumi’, apalagi singgah di qalbunya. “Adapun
orang-orang yang melampaui batas dan lebih mengutamakan kehidupan dunia,
maka neraka adalah tempat tinggalnya.” (Qs. al-Nazi‘at [79]: 38-39). Na‘udzu billah mindzalik.
Saya
jadi menerawang jauh kepada nasib saudara-saudara kita yang belum
menikmati indahnya hidayah Allah. Mereka masih dimarginalkan oleh hawa
nafsu. Saya jadi menggidik jika ingat kisah para pelacur. Mereka begitu
‘ikhlas’ menjajakan dirinya hanya untuk memuaskan nafsu binatangnya. Ada
juga memang yang “terpaksa”.
Tapi berapa persenkah yang terpaksa itu?
Rata-rata ‘ikhlas’ kok. Menyedihkan. Karena mereka tak mengenal
Allah. Memilukan, karena mereka menjadi orang bodoh. Sekiranya mereka
sadar bahwa suatu saat mereka akan dicampakkan oleh orang-orang yang
pernah ‘menikmatinya’, mungkin mereka tidak menjadi bodoh. Saya yakin
mereka akan kembali kepada-Nya. Bersimpuh dan memohon ampun di hangat
dekap-Nya.
Lihatlah negeri
kita yang masih dipadati oleh orang-orang bodoh. Penjambret, perampok,
pembunuh, pezina, pemabuk, koruptor, hakim bejat, artis kurang ajar,
dukun santet, kiyai cabul, ustadz jahat, dslb. Mereka seluruhnya adalah club
orang-orang bodoh. Mereka berbuat amoral karena memang bodoh. Mereka
berzina, karena memang bodoh. Mereka tak mengenal Tuhan. Akhirnya rasa
takut kepada-Nya “tercerabut” dari dalam qalbu mereka. Pada gilirannya, perbuatan dosa adalah ‘sarapan pagi’ mereka, atau ‘musik dan ritme’ kehidupan mereka.
Kita hanya bisa berdoa. Semoga mereka menyadari kebodohan mereka. Semoga cahaya hidayah Allah masuk ke dalam qalbu mereka.
“Ya
Allah, sang pembolak-balik qalbu! Kukuhkanlah qalbu-qalbu kami dalam
meniti ajaran agama-Mu dan meniti ketaatan kepada-Mu. Maha Suci Engkau
wahai Rabb; sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim. Ampuni
kebodohan kami ya Rabb. Bimbing kami dalam meniti tangga-tangga
orang-orang alim. Tangga orang-orang yang mengerti dan faham akan
maqam-Mu”. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar