Senin, 21 Oktober 2013

Lupa Kacang Akan Kulitnya

Si Supak, Si Botak dan Si Buta

Abu Hurairah ra menyampaikan kisah ini dari kekasihnya (baginda Rasul SAW) seperti yang diriwayatkan oleh imam al-Bukhari dan Muslim bahwa Nabi SAW berkisah, “Ada tiga orang di kalangan Bani Israil: Si Supak (Kusta), Si Botak dan Si Buta. Allah ingin menguji mereka, lalu mengutus seorang malaikat kepada mereka bertiga.


Pertama dia mendatangi Si Supak, “Apa yang engkau cintai?” tanyanya. “Warna kulit yang baik dan kulit yang bagus dan hilang daripadaku penderitaan yang telah membuat jijik manusia ini,” jawabnya. Malaikat tersebut mengusap kulitnya, lalu hilanglah penyakit kustanya. Dia kemudian diberikan warna kulit yang baik dan bagus. Malaikat bertanya kembali, “Harta apa yang engkau sukai?” “Onta”, jawabnya singkat. Dia kemudian diberi seekor onta betina (yang masih muda dan hamil). “Semoga Allah memberikan berkah lewat onta ini,” doa malaikat.

Kemudian sang malaikat mendatangi Si Botak dan bertanya, “Apa yang engkau inginkan?” “Aku ingin memiliki rambut yang bagus dan hilang dariku derita yang membuat orang-orang mengejekku (karenanya),” jawab Si Botak. Malaikat tersebut mengusap kepalanya. Kepalanya kemudian ditumbuhi rambut yang bagus. “Harta apa yang paling engkau sukai?”, tanya malaikat. “Sapi”, jawab Si Botak. Lalu ia diberi seekor sapi betina yang sedang hamil. “Semoga Allah memberkatimu lewat sapi ini,” doa malaikat.

Kemudian malaikat tersebut mendatangi Si Buta dan bertanya, “Apa yang engkau inginkan?” “Aku ingin Allah mengembalikan penglihatanku, sehingga aku dapat melihat orang banyak,” jawabnya. Kemudian sang malaikat menyentuh matanya dan Allah mengembalikan pandangannya. “Harta apa yang engkau inginkan?” tanya malaikat lagi. “Kambing” jawabnya. Kemudian dia diberi satu ekor domba yang mau melahirkan. Masing-masing dari “onta”, “sapi” dan “domba” akhirnya beranak-pinak. 

Si Supak memiliki satu lembah onta; Si Botak mempunyai satu lembah sapi dan Si Buta memiliki satu lembah domba. Kemudian, menurut Nabi SAW, malaikat tersebut menyamar menjadi seorang yang miskin dan mendatangi satu persatu ketiga orang itu. 

“Aku ini orang miskin. Bekal perjalananku sudah habis. Tidak ada yang mampu mendengar ini kecuali Allah, kemudian engkau,” rintah malaikat. “Demi Allah yang telah menganugerahkan kepadamu kulit yang bagus, kulit yang baik dan harta. Aku mohon agar engkau memberiku satu ekor onta untuk dapat aku jadikan bekal perjalananku ini.” Si Kusta menjawab, “Banyak sekali kewajiban yang harus dikeluarkan.” “Aku sepertinya menganalmu,” kata malaikat itu. “Bukankah engkau yang terkena penyakit kusta itu. Yang manusia jijik melihatmu. Engku adalah fakir, lalu Allah memberikanmu harta yang banyak,” kata malaikat. “Oh, tidak. Harta ini aku warisi turun-temurun dari nenek moyangku,” jawab Si Supak itu dengan angkuh. “Jika engkau berdusta, maka Allah akan mengembalikanmu kepada keadaanmu semula,” kata malaikat geram.

Kemudian dia mendatangi Si Botak dan bertanya seperti kepada Si Supak. Si Botak pun memberikan jawaban yang sama. “Jika engkau berbohong, maka Allah akan mengembalikanmu seperti semula,” kata malaikat itu.

Terakhir, dia mendatangi Si Buta dan berkata, “Aku ini orang miskin, ibnu sabil. Bekal perjalanku sudah habis. Tidak ada yang mampu menyampaikan bekal perjalananku kecuali Allah kemudian engkau. Demi Allah yang telah mengembalikan penglihatanmu, aku mohon agar engkau memberiku seekor domba sebagai bekal perjalananku.” Si Buta kemudian berkata, “Aku dulu memang buta. Kemudian Allah mengembalikan penglihatanku. Ambillah domba-dombaku sesukamu dan sisakanlah sesukamu. Demi Allah, aku tidak akan meminta apa yang telah aku ambil hari ini untuk Allah.” 

“Tidak usah. Pegang saja hartamu. Kalian sebenarnya sedang diuji. Allah ridha kepadamu dan Dia murka kepada dua orang temanmu itu,” jelas malaikat.

Luar biasa kisah ini. Menakjubkan, menggugah dan mendebarkan. Kisah ini menyindir fenomena masyarakat Muslim secara keseluruhan. Kemungkinan besar kita adalah Si Supak dan Si Botak itu. Sangat kecil sekali kita ini menjadi Si Buta. Begitu banyak anugerah dan nikmat Allah yang belum kita syukuri. Lihatlah orang-orang yang kaya raya itu. Berapa mereka mau mengeluarkan zakat? Lihatlah dan rogohlah kantong kita. Seberapa sering kita mau berinfak dan besedekah? Sangat jarang sekali. Kita masih menganggap bahwa kebutuhkan kita banyak, melimpah bahkan merasa masih kekurangan.

Ketika kenikmatan melimpah-ruah dalam hidup kita, ‘Sang Pemberi Nikmat’pun hilang dari file kepala kita. Ketika diberi kenikmatan yang banyak: sehat, istri salehah, suami alim, anak-anak yang taat, keluarga yang tentram, dlsb, kita malah melupakan ‘Sang Pemberi’ segala kenikmatan itu. Sebaliknya, ketika kita susah kata “Allah” hadir di setiap sendi kehidupan kita. 

Kita selalu bersikap hipokrit memang. Semestinya Allah itu ada dalam lubuk hati kita, kapan dan dimana saja. Dia harus tetap ada dalam sanubari ini, dalam situasi dan kondisi apapun. Agar apa? Agar kita tidak menjadi ‘lupa kacang akan kulit’nya. Semoga kisah ini menjadi “teguran” buat hati kita. Amin.

“Ya Allah, jadikanlah nikmat-nikmat-Mu menjadi ‘penegur’ kami, bahwa kami membutuhkan-Mu. Jadikanlah segala karunia-Mu sebagai ‘pengingat’ kami, bahwa kami tidak ada apa-apa di hadapan-Mu. Kami ini hamba-Mu yang miskin, fakir, papa dan tak memiliki apa-apa” 




0 komentar:

Posting Komentar