Kamis, 31 Oktober 2013

Menikahlah

Setengah Dari Agama = Menikah 

Seorang pendengar radio mengajukan pertanyaan kepada seorang ustad yang mengasuh acara konsultasi agama Islam di sebuah stasiun radio di Bandung. Pertanyaannya berkaitan dengan sebuah hadis terkenal yang berbunyi begini:
 

”Apabila seorang hamba menikah maka sungguh orang itu telah menyempurnakan setengah agama maka hendaklah dia bertakwa kepada Allah dalam setengah yang lainnya.” (H.R. Baihaqi)

Pendengar tersebut bertanya, apa yang dimaksud dengan menikah itu telah menyempurnakan setengah agama?

Dengan lugas ustad tersebut menjawab dengan perumpamaan bahwa kalau seseorang menikah maka ujiannya lebih berat daripada orang yang tidak menikah. Ujian orang yang menikah tidak hanya terhadap istri/suaminya, tetapi juga ujian terhadap mertua, keluarga istri, ipar, anak, orangtua kandung, dan sebagainya. Sebaliknya orang yang belum (tidak) menikah ujiannya sedikit, paling-paling terhadap orangtua dan adik/kakak.

Ini jawaban yang sederhana tetapi cukup menjelaskan bahwa menikah itu kelihatannya indah namun sebenarnya dibalik itu perjuangan menjalankannya cukup berat. Pertama, kita harus menyesuaikan diri dengan pasangan (istri/suami) yang berbeda karakter dengan kita. 

Menyatukan dua insan yang berbeda (latar belakang, sifat, perangai, budaya, dll) bukan hal yang mudah. Ada yang membutuhkan waktu penyesuaian yang cepat dan ada pula yang bertahun-tahun. Konflik antara suami istri pasti ada sampai dihasilkan titik temu atau bahkan tidak tercapai penyesuaian yang akhirnya berujung pada perceraian. Itulah ujian pertama.

Ujian berikutnya adalah bagaimana menempatkan diri terhadap mertua sembari tetap memberi perhatian kepada orangtua kandung. Timpang memperhatikan salah satu bisa menimbulkan ujian batin yang berujung pada konflik antara suami dan istri. 

Terlalu perhatian kepada orangtua kandung bisa menimbulkan kecemburuan istri, sebaliknya terlalu sayang kepada istri/suami atau mertua bisa membuat orangtua merasa tidak dibutuhkan lagi. Termasuk dalam ujian ini adalah keluarga mertua (adik/kakak ipar) dan saudara-saudaranya. Pokoknya pandai-pandai menempatkan diri sajalah. 

Kalau sudah mempunyai anak, maka anak tidak hanya sebagai rahmat tetapi juga sekaligus ujian. Macam-macam saja ujiannya, mulai dari ujian kesabaran dalam mendidik anak hingga ujian ekonomi karena kebutuhan keluarga makin besar. Orangtua harus berjuang untuk untuk memenuhi hak anak. Pada saat-saat sulit bisa saja orangtua lupa pada iman sehingga mau melakukan hal-hal yang terlarang guna memenuhi kebutuhan keluarga (misalnya korupsi di kantor). 

Memang berkeluarga itu sungguh berat perjuangannya. Nah, apakah anda menjadi takut menghadapi masa depan berkeluarga? Apakah anda akan memilih akan tetap membujang atau menikah? Kalau tetap membujang memang anda akan terhindar dari ujian dan perjuangan yang berat itu, tetapi anda belum menjalankan setengah dari ajaran agama. Mungkin baru seperempat atau sepertiganya saja. Jika menikah maka berarti anda sudah menyempurnakan setengah dari ajaran agama dan setengahnya lagi adalah ketaqwaan dalam menjalankan pernikahan itu. Menikah itu adalah ibadah dan setiap ibadah mendapat ganjaran pahala dari Allah SWT.

Hidup itu penuh perjuangan dan ujian. Menikah itu berat, tetapi dibalik yang berat itu banyak pula nikmat yang diperoleh, nikmat lahir dan nikmat batin. Orang yang sudah menikah lancar saja rezekinya, dimudahkan saja urusan dan rezekinya oleh Allah SWT. 

Kadang rezeki itu datang tidak disangka-sangka. Apalagi kalau sudah punya anak, semakin deras saja rezeki mengalir dari-Nya untuk menghidupi si anak. Orang yang mendapat rezeki seringkali mengatakan itu rezeki anaknya yang baru lahir. Rahasia Allah tentang hidup memang misteri.

0 komentar:

Posting Komentar