Ada sebuah perumpamaan nih. Seekor monyet yang lihai dalam memanjat pohon kelapa, ia memanjat sampai
ke pucuk nya karna ingin merasakan segarnya kelapa. Tiba-tiba datang
angin ribut, berpegang eratlah sang monyet agar tak terjatuh, datang
lagi badai yang lebih besar, berpegang lagilah dia lebih erat lagi, nah
setelah angin besar itu pergi, sang monyet yang masih terpejam karna
kencangnya angin sebelumnya, disapa oleh angin sepoi-sepoi, dan apa
yang terjadi, tertidurlah dia dan akhirnya terjatuh.
Saudara ku semuanya, yang namanya ujian, cobaan, dan rintangan itu
dapat berupa banyak hal. Bukan hanya orang miskin yang terlihat susah,
orang kaya pun ia juga diberi cobaan, mau di bawa kemana dan digunakan
untuk apa harta itu.
Sama dengan kondisi saat ini, buka dan lihatlah data berapa persen
jumlah muslim di Indonesia. Tanyakan pada penduduk dunia di negara mana
yang memiliki jumlah pengikut Islam terbanyak? Di mana di negeri ini
adzan boleh dikumandangkan, boleh menutup aurat, tidak ada perang fisik.
Bandingkan dengan saudara-saudara kita di negeri yang adzan tak dapat
berkumandang luas, di mana hijab dipandang meresahkan, bandingkan dengan
saudara-saudara kita yang melawan bom dan senjata perang hanya dengan batu.
Hai, apakah kita tak ubahnya seperti monyet itu, apakah harus Alloh
berikan angin yang ribut dulu baru kita kembali berpegang erat pada NYA.
Apakah harus IA mengguncangkan kembali daratan kita dan menggulung lagi
lautan kita baru kita semua introspeksi diri dan berbenah. Apakah pula
di sekolah kita tercinta harus ada seorang yang terkena imbas nya dulu
dalam berzina baru kita sadar tuk tak mendekati zina?
Kapan kita mati? Kapan? Tak ada yang tahu!
Kenapa kita masih sombong dengan berkata, "Nanti sajalah, nunggu tua baru taubat,"
Woi! Perkataan sombong macam apa itu? Siapa yang menjamin setelah membaca note ini kamu masih hidup? SIAPA?
Budi dan Alam mencari pelet
Dari melati hingga cendana
Janganlah jadi macam si Monyet
0 komentar:
Posting Komentar