Filosofi Memanah
Alkisah, di suatu senja yang
kelabu, tampak sang raja beserta rombongannya dalam perjalanan pulang ke
kerajaan dari berburu di hutan. Hari itu adalah hari tersial yang
sangat menjengkelkan hati karena tidak ada satu buruan pun yang berhasil
dibawa pulang. Seolah-olah anak panah dan busur tidak bisa dikendalikan
dengan baik seperti biasanya.
Setibanya di pinggir hutan, raja memutuskan beristirahat sejenak di
rumah sederhana milik seorang pemburu yang terkenal karena kehebatannya
memanah. Dengan tergopoh-gopoh, si pemburu menyambut kedatangan raja
beserta rombongannya.
Setelah berbasa-basi, tiba-tiba si pemburu berkata, "Maaf baginda,
sepertinya baginda sedang jengkel dan tidak bahagia. Apakah hasil buruan
hari ini tidak memuaskan baginda?"
Bukannya menjawab pertanyaan, sang raja malah beranjak menghampiri
sebuah busur tanpa tali yang tergeletak di sudut ruangan. "Pemburu,
kenapa busurmu tidak terpasang talinya? Apakah engkau sudah tidak akan
memanah lagi?" tanya sang raja dengan nada heran dan terkejut.
"Bukan begitu baginda, tali busur memang sengaja hamba lepas agar busur
itu bisa ‘istirahat'. Jadi, ketika talinya hamba pasang kembali, busur
itu tetap lentur untuk melontarkan anak panahnya. Karena berdasarkan
pengalaman hamba, tali busur yang tegang terus menerus, tidak akan bisa
dipakai untuk memanah secara optimal".
"Wah, hebat sekali pengetahuanmu! Ternyata itu rahasia kehebatan memanahmu selama ini ya," kata baginda.
"Memang, kami turun temurun adalah pemburu. Dan pelajaran seperti ini
sudah ada sejak dari dulu. Untuk memaksimalkan alat berburu, kebiasaan
seperti itulah yang harus hamba lakukan. Mohon maaf baginda, masih ada
pelajaran lainnya yang tidak kalah penting yang biasa kami lakukan."
"Apa itu?" tanya baginda penasaran.
"Menjaga pikiran. Karena sehebat apapun busur dan anak panahnya, bila
pikiran kita tidak fokus, perasaan kita tidak seirama dengan tangan,
anak panah dan busur, maka hasilnya juga tidak akan maksimal untuk bisa
mencapai sasaran buruan yang kita inginkan".
Mendengar penjelasan si pemburu, tampak sang raja terkesima untuk
beberapa saat. Tiba-tiba tawa sang raja memenuhi ruangan. "Terima kasih
sobat. Terima kasih. Hari ini rajamu mendapat pelajaran yang sangat
berharga dari seorang pemburu yang hebat."
Setelah cukup beristirahat, raja pun berpamitan pulang dengan perasaan
gembira. Dan timbul keyakinan, lain kali pasti akan berhasil lebih baik.
Kita butuh keahlian
dalam mengatur irama kerja dan saat kapan kita harus beristirahat, agar
keefektivitasan kerja tetap terjaga. Dan, kemampuan (untuk) fokus dalam
melakukan segala kegiatan harus mampu kita bina dan tumbuh kembangkan.
Dengan
kemampuan mengunakan dua kekuatan tadi, tentu kita akan menjadi manusia
yang efektif dalam menggeluti usaha dan pasti (hasilnya) akan maksimal
dan memuaskan.
0 komentar:
Posting Komentar